Sejarah Suku Bali, Kebudayaan, Tempat Tinggal Tata Cara Dan Tata Cara Istiadat

Sejarah Suku Bali, Kebudayaan, Kepercayaan, Bahasa Rumah Adat & Adat Istiadat : merupakan suku bangsa dominan pada pulau Bali, yang memakai bahasa Bali dan mengikuti budaya Bali.

Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Sejarah Kerajaan Sunda atau PasundanSejarah Suku Bali

Asal usul suku Bali terbagi ke pada tiga periode atau gelombang migrasi: gelombang pertama terjadi menjadi dampak dari persebaran penduduk yang terjadi di Nusantara selama zaman prasejarah; gelombang ke 2 terjadi secara perlahan selama masa perkembangan kepercayaanHindu pada Nusantara; gelombang ketiga adalah gelombang terakhir yang asal berdasarkan Jawa,

Ketika Majapahit runtuh pada abad ke-15—seiring dengan Islamisasi yg terjadi pada Jawa—sejumlah rakyat Majapahit memilih buat melestarikan kebudayaannya pada Bali, sebagai akibatnya membentuk sinkretisme antara kebudayaan Jawa klasik dengan tradisi asli Bali.

Bangsa ini juga memiliki kehidupan yang teratur & membentuk suatu komplotan hukum yang dinamakan thana atau dusun yang terdiri dari beberapa thani atau banua. Persekutuan aturan inilah yang diperkirakan sebagai cikal-bakal desa-desa di Bali. Bangsa inilah yg kemudian menurunkan penduduk asli pulau Bali yang diklaim Orang Bali Mula atau ada pula yang menyebutnya Bali Aga.

Ada pendapat yg mengatakan bahwa suku asli Bali adalah suku Aga yakni keliru satu subsuku bangsa Bali yang bermukim pada Desa Trunyan.Masyarakat Bali Aga dianggap sebagai orang gunung yg kurang pandai. Lantaran masyarakatnya tinggal di pegunungan yg sangat terpencil dan pedalaman sekali serta belum terjamah sang teknologi sama sekali.

Penduduk asli suku Bali Aga ini bermukim di pegunungan karena masyarakatnya menutup diri dari pendatang yang mereka sebut menggunakan Bali Hindu, yakni penduduk keturunan Majapahit.Selain itu, masyarakatnya pula menganggap bahwa wilayah di pegunungan adalah tempat kudus karena wilayah tersebut poly sekali puri & kuil yang dipercaya kudus sang masyarakat Bali.

Selain suku Aga yang terdapat pada Bali, ada juga suku Bali Majapahit.Suku ini dari berdasarkan pendatang Jawa yg sebagian akbar tinggal pada Pulau Bali khususnya berada pada dataran rendah.Masyarakat suku Bali ini asal menurut masyarakat Jawa pada kerajaan Majapahit yg menganut agama Hindu.Mata pencaharian berdasarkan rakyat suku ini merupakan bercocok tanam.Suku ini juga menjadi galat satu dampak dari sejarah suku Bali.

Pendapat lain mengatakan bahwa, dari-usul suku Bali terbagi ke pada 3 periode atau gelombang migrasi yakni menjadi berikut :Gelombang pertama terjadi sebagai akibat dari persebaran penduduk yg terjadi di Nusantara selama zaman prasejarahGelombang kedua terjadi secara perlahan selama masa perkembangan kepercayaanHindu di NusantaraGelombang ketiga merupakan gelombang terakhir yg berasal menurut Jawa, ketika Majapahit runtuh dalam abad ke-15 seiring menggunakan

Islamisasi yg terjadi pada Jawa sejumlah wargaMajapahit memilih buat melestarikan kebudayaannya pada Bali, sehingga menciptakan sinkretisme antara kebudayaan Jawa klasik menggunakan tradisi orisinil Bali.

Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Sejarah terbentuknya Kepulauan IndonesiaAdat Istiadat Suku BaliUpacara Adat Ngaben

Upacara Adat Ngaben terletak pada pinggir Danau Batur dan dikelilingi tebing bukit, Desa Trunyan mempunyai banyak keunikan menjadi sebuah desa kuna dan Bali Aga (Bali orisinil). Konon terdapat sebuah pohon Taru Menyan yang menebarkan bau sangat harum.

Bau harum itu mendorong Ratu Gede Pancering Jagat untuk mendatangi sumber bau. Beliau bertemu dengan Ida Ratu Ayu Dalem Pingit di sekitar pohon-pohon hutan cemara Landung. Di sanalah lalu mereka kawin dan secara kebetulan disaksikan sang penduduk desa hutan Landung yg sedang berburu. Taru Menyan itulah yg sudah berubah menjadi seseorang dewi yang nir lain adalah istri dari Ida Ratu Pancering Jagat.

Sebelum meresmikan pernikahan, Ratu Gede mengajak orang-orang desa Cemara Landung buat mendirikan sebuah desa bernama Taru Menyan yg usang kelamaan sebagai Trunyan. Desa ini berada di Kecamatan Kintamani, Daerah Tingkat II Bangli. Ternyata tidak seluruh umat Hindu pada Bali melangsungkan upacara ngaben buat pembakaran jenasah.

Di Trunyan, jenasah tidak dibakar, melainkan hanya diletakkan di tanah pekuburan. Trunyan merupakan desa kuna yg dianggap menjadi desa Bali Aga (Bali orisinil). Trunya mempunyai poly keunikan & yg daya tariknya paling tinggi merupakan keunikan pada memperlakukan jenasah warganya. Trunyan mempunyai 3 jenis kuburan yg berdasarkan tradisi desa Trunyan, ketiga jenis kuburan itu di- klasifikasikan dari umur orang yg mati, keutuhan jenasah dan cara penguburan yaitu :Kuburan primer merupakan yang dipercaya paling suci & paling baik yang disebut Setra Wayah. Jenazah yg dikuburkan pada kuburan kudus ini hanyalah jenazah yang jasadnya utuh, tidak stigma, dan jenasah yg proses meninggalnya dianggap lumrah (bukan bunuh diri atau kecelakaan).Kuburan yang ke 2 dianggap kuburan muda yg spesifik diperuntukkan bagi bayi & orang dewasa yang belum menikah. Tetapi permanen dengan syarat jenasah tersebut wajibutuh & nir cacat.Kuburan yg ketiga dianggap Sentra Bantas, spesifik buat jenasah yang stigma & yang mangkatlantaran salahpati maupun ulah pati (mangkatsecara tidak wajar misalnya kecelakaan, bunuh diri).

Dari ketiga jenis kuburan tadi yang paling unik & menarik merupakan kuburan primer atau kuburan kudus (Setra Wayah). Kuburan ini berlokasi sekitar 400 meter pada bagian utara desa dan dibatasi sang tonjolan kaki tebing bukit. Untuk membawa jenasah ke kuburan wajibmemakai sampan kecil spesifik jenasah yg disebut Pedau. Meski diklaim dikubur, tetapi cara penguburannya unik yaitu dikenal dengan istilah mepasah. Jenasah yg sudah diupacarai berdasarkan tradisi setempat diletakkan begitu saja pada atas lubang sedalam 20 centimeter.

Sebagian badannya dari bagian dada ke atas, dibiarkan terbuka, tidak terkubur tanah. Jenasah tadi hanya dibatasi dengan ancak saji yg terbuat menurut sejenis bambu membangun semacam kerucut, digunakan buat memagari jenasah. Di Setra Wayah ini terdapat 7 bali777 liang lahat terbagi menjadi 2 grup. Dua liang buat penghulu desa yang jenasahnya tanpa cacat terletak pada bagian hulu & masih ada 5 liang berjejer selesainya ke 2 liang tadi yaitu buat wargabiasa.

apabila semua liang telah penuh dan terdapat lagi jenasah baru yang akan dikubur, jenasah yg usang dinaikkan menurut lubang dan jenasah barulah yg menempati lubang tadi. Jenasah usang, ditaruh begitu saja di pinggir lubang. Jadi jangan kaget apabila pada setra wayah berserakan tengorak-tengkorak insan yg nir boleh ditanam maupun dibuang.

Meski nir dilakukan menggunakan upacara Ngaben, upacara kematian tradisi desa Trunyan dalam prinsipnya sama saja menggunakan makna dan tujuan upacara kematian yg dilakukan oleh umat Hindu di Bali lainnya. Upacara dilangsungkan buat membayar hutang jasa anak terhadap orang tuanya. Hutang itu dibayarkan melalui 2 tahap, tahap pertama dibayarkan menggunakan konduite yg baik ketika orang tua masih hidup & termin kedua dalam waktu orang tua mangkatserangkaian menggunakan prilaku ritual dalam bentuk upacara kematian.Upacara Mekotek

Upacara Mekotek dilaksanakan dengan tujuanmemohon keselamatan. Upacara yang pula pada kenaldengan kata ngerebek. Mekotek ini adalah warisan leluhur, adat budaya dan tradisi yg secara turun temurun terus dilakukan umat Hindu di Bali.

Pada awalnya pelaksanaan upacara Mekotek diselenggarakan buat menyambut armada perang yg melintas di Munggu yang akan berangkat ke medan laga, pula penyambutan pasukan ketika mendapat kemenangan perang Blambangan dalam masa kerajaan silam.

Dahulunya upacara ini menggunakan tombak yg terbuat dari besi. Namun seiring perkembangan zaman dan buat menghindari peserta yang terluka maka sejak tahun1948 tombak besi mulai diganti dengan tombak berdasarkan bahan kayu pulet. Tombak yg orisinil dilestarikan dan disimpan di pura.

Mekotek sendiri diambil menurut istilah tek-tek yang adalah bunyi kayu yang diadu satu sama lain sebagai akibatnya mengakibatkan bunyi. Perayaan upacara Mekotek selalu dilakukan sang wargaDesa Munggu, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, Bali, dalam setiap Hari Raya Kuningan. Selain menjadi simbol kemenangan,Mekotek pula merupakan upaya buat menolak bala yang pernah menimpa desa puluhan tahun kemudian.

Pada ketika itu Perayaan upacara Mekotek dilarang sang pemerintah kolonial Belanda 1915 (Ida Bagus Gede Mahadewa) lantaran takut terjadi pemberontakan, namun akibat dari larangan nir boleh mengadakan upacara Mekotek tersebut muncul endemi penyakit yang tidak bisa disembuhkan dan banyak memakan korban jiwa. Lalu terjadi perundingandan akhirnya diizinkan balik , semenjak waktu itu tidak pernah ada lagi bencana.